Saturday, December 27, 2025

Cerita Pendek "Setetes Air"

 Setetes Air

“Ibu, aku haus.”

            Seorang wanita yang sudah berusia lebih dari 40 tahun itupun menengok ke arah panggilan itu. Ia melihat anaknya menarik bajunya perlahan, tapi ia bisa merasakan betapa kencangnya ia meremas baju ibunya itu.  Ia melihat anaknya menatapnya dengan penuh harap.

            “Ya, Ibu tahu. tapi kamu harus sabar. Orang lain juga perlu minum,” jawab Ibunya. Terasa sesak baginya karena harus membuat anaknya merasakan kehausan. Tapi apa daya, desa yang mereka tempati sedang dilanda kekeringan. Seluruh desa menganteri menunggu gilirannya.

            “Ibu sudah bilang itu 3 kali! Aku ingin minum!” teriak anaknya. Ia hanya dapat melihat anaknya menahan nangis. Ia sendiri tidak tega membiarkan anaknya kehausan, bahkan dirinya juga kehausan sampai sulit hanya untuk berbicara.

            “Tenang, kalau kamu berteriak kamu akan lebih haus nantinya. Ibu tahu kamu haus dan Ibu mohon agar kamu menunggu sebentar lagi.” Ibunya berjongkok untuk menenangkan anaknya itu. Ia mengelus pundaknya dan tersenyum, walaupun ia sebenarnya juga sudah kesakitan hanya untuk mengucapkan kalimat itu.

            Anaknya hanya menunduk dan menahan isaknya. Ia sama sekali tidak menyadari kesakitan yang dirasakan ibunya. “Selalu saja begini! Padahal aku cuma mau minum!” ia berteriak lebih kencang dan menangis membasahi pipinya.

            “Sst.. nak, jangan begitu. Kalau kamu menangis kamu akan lebih cepat haus. Jangan membuang-buang tenaga. Sabarlah, Ibu mohon.” Ibunya berkata menahan rasa sakit di tenggorakan dan dadanya. Serasa dadanya ditusuk karena harus melihat anaknya dalam kondisi seperti ini. Ia tidak pantas untuk dipanggil ibu. Ia menahan air yang mulai menggenang di matanya.

            Mereka sudah menunggu selama 2 jam sampai akhirnya tibalah giliran mereka untuk minum. Sesampainya di sana anak itu langsung meneguk semuanya tanpa ada satu tetes pun yang tersisa. Setiap orang yang datang mendapat hanya mendapat satu giliran untuk minum satu gelas.

            Biasanya Ibu itu akan langsung memberi anaknya gelasnya tanpa keraguan untuk segera dihabiskan oleh anaknya. Hal ini sudah berlangsung selama tiga hari. Ibunya tersenyum melihat anaknya menghabiskan seluruh air dalam gelas itu tanpa menyisakan satu tetes pun.

            Ibu itu menelan air ludah menahan hausnya. Dan setiap telan rasanya seperti menelan jarum. Anaknya tersenyum melihat Ibunya dan terus menerus membicarakan betapa segarnya rasa air itu.

            “Iya kamu harus banyak minum ya nak.”  kata Ibunya sambil perlahan penglihatannya buyar. Ia menutup matanya sambil tersenyum.

                                   

PKT

Pricillia Altanny

XI IPA 3

29

 

 

 

No comments:

Post a Comment